Siapa yang tidak tahu kalau selama masa kampanye para politikus gencar
menyerukan suara kebersamaan rakyat, kesejahteraan dan menunjukkan
perilaku yang perhatian pada masyarakat luas. Dengan cara - cara
tersebut tidak sedikit para peserta pemilu pun ikut simpati atas usaha
tersebut, belum lagi kalau ada iming - iming uang dan sebagainya.
Namun, dibalik 'sogokan'
tersebut, ada misi tersembunyi yang akan dijalankan para calon pemimpin
baik itu legislatif, eksekutif maupun di lembaga yudikatif. Janji akan
pemberantasan korupsi terhadap koruptor Indonesia justru hanya
terucap saat sumbangan suara diperlukan, jika kelak telah menduduki
jabatan, maka semua yang pernah dijanjikan tidak pernah direalisasikan.
Rakyat kecil yang tidak banyak tahu dalam urusan ini lebih bersifat
pasif ditambah ketakutan yang mendarah daging sebab pemerintahan
Indonesia dulu sempat cenderung ke arah otoriter.
Para pelaku korupsi yang
kemudian kita sebut sebagai koruptor kini sudah tidak malu dan sungkan
lagi untuk menguras uang rakyat, seperti pajak dan penyelewengan dana
APBN dan APBD.
Pemimpin Indonesia sekarang ini
menghadapi krisis kepercayaan dari rakyat, dimana setiap bidang hampir
semuanya belum bisa menunjukkan prestasi pembangunan yang berarti, semua
sibuk memikirkan bagaimana cara agar modal kampanye bisa kembali,
setelah modal kembali lalu berpikir bagaimana cara agar mendapat untung
dari kursi jabatan yang dimilikinya.
Sulit memang menyadarkan
pemimpin Indonesia sekarang ini, suara rakyat sudah tidak bisa didengar
lagi oleh mereka yang sibuk dengan urusan administrasi kantong pribadi.
Lalu sampai kapan koruptor Indonesia terus merajalela ?
Sumber : http://majalahsiantar.blogspot.com/