1. Sekretaris Forum Redam Korupsi (FORK) – Jawa Timur

2. Sekretaris Forum Konsultasi Hukum Bagi Rakyat-–Jawa Timur

3.Ketua Ikatan Notaris Indonesia Bidang Pendidikan dan Pelatihan Pasar Modal-Jakarta

4.Ketua Dewan Pembina Yayasan Masjid Assalam Puri Mas, Gununganyar-Kota Surabaya

5. Ketua Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Bidang Pembinaan Wilayah Barat-Jakarta

Senin, 20 Januari 2014

Sistem Hukum Indonesia Dan Perbandingan Sistem Peradilan Di Indonesia

Fenomena klasik hukum dalam perkembangan dunia hukum di Indonesia adalah kritikan organisasi-organisasi keprofesian hukum, serta sorotan masyarakat (baca: tekanan) terhadap peran lembaga peradilan, maupun sikap masyarakat yang skeptis atau pesimis terhadap pemberlakuan sistem hukum maupun institusi hukum yang akhirnya cenderung apatis terhadap adanya kepastian hukum atas penegakan hukum di Indonesia. Hal ini bukan saja merupakan kegundahan sebagian masyarakat yang menginginkan perubahan atas hukum yang berlaku di Indonesia, namun juga perspektif kaum intelektual dan fakar hukum baik di dalam negeri maupun luar negeri dalam memandang hukum. Guru besar kriminologi dari Universitas Indonesia, Tubagus Ronny Rahman Nitibaskara, misalnya, berpendapat bahwa hukum telah mengalami degradasi nilai, sehingga fungsi hukum tidak lain dari alat kejahatan, atau dalam bahasa beliau ‘law as a tool of crime’.

Thomas M. Franck seorang Profesor Hukum dan Direktur Pusat Studi Internasional, Universitas New York dalam tulisannya, menyatakan bahwa “Para ahli AS berpendapat bahwa pembangunan ekonomi memerlukan pembaharuan hukum. Hukum di negara berkembang dianggap tidak akomodatif bagi pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi memerlukan hukum yang dapat menciptakan predictability, stability dan fairness. Hukum di negara berkembang menganut dualisme hukum yaitu hukum adat dan hukum peninggalan penjajah. ” Walaupun tulisan ini sudah cukup lama dipublikasikan, namun melihat dinamika hukum di Indonesia, dengan terjadinya proses lintas batas atau globalisasi yang dirasakan terjadi pula di Indonesia, sehingga di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, globalisasi ekonomi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi pembangunan ekonominya termasuk pembentukan hukum di negara tersebut.

Sistem Hukum Indonesia Dan Hukum Ekonomi

Melihat fenomena hukum di Indonesia, tidak terlepas dari sistem hukum yang membentuknya dengan melibatkan para pelaku hukumnya. Sehingga ketika para praktisi hukum menjalankan tugasnya dan terjadi banyak ’ketimpangan hukum’ seperti apa yang terjadi selama ini, mereka selalu mengatakan ''hukum positifnya” memang berbunyi begitu. Dengan demikian, bukankah hal tersebut menjadi dasar dan landasan yang ''benar'' menurut ilmu hukum yang berlaku selama ini?
Sebenarnya ilmu hukum yang kita pelajari, kita yakini, dan kita praktikkan pada hakikatnya adalah Ilmu Hukum Belanda. Buku LJ van Apeldoorn yang berjudul Pengantar Ilmu Hukum judul aslinya adalah Pengantar Ilmu Hukum Belanda. Salah satu ciri terpenting dalam sistem hukum Belanda adalah aliran legal positivism. Hal ini dapat menjadi suatu kekeliruan yang paling mendasar dalam kehidupan hukum di Indonesia, terutama sekali ketika pelaksana hukum kita memahaminya secara harfiyah, karena dalam kajian ilmu hukum, sistem hukum Belanda tergolong pengikut mazhab Roman Law System (istilah Prof Rahardjo sistem hukum Romawi-Jerman). Sistem ini dibentuk di benua Eropa yang penggodokannya sejak abad ke-12 dan 13, yang mendasarkan pada tersusunnya peraturan perundang-undangan, sehingga menurut sistem ini, UU menjadi sumber utama dan hakim tidak boleh membuat keputusan yang berbeda dengan UU. Dengan perbedaan penerapan hukum diatas, kemudian berimplikasi terhadap sistem pendidikan hukum di negara-negara penganut kedua sistem hukum tersebut. Sistem pendidikan hukum di negara civil law lebih menekankan kepada metode pengajaran yang bersifat doktrinal, monolog dimana mahasiswa bersifat pasif dan umumnya diajarkan untuk menghapal perundang-undangan. Perbandingan suatu teori atau hukum juga jarang dilakukan, karena umumnya negara-negara civil law berpaham positivisme, sehingga landasan maupun pemikiran tentang hukum hanya berpedoman kepada perundang-undangan yang telah terkodifikasi. Hal ini menyebabkan perbandingan hukum dengan negara lain dianggap kurang penting dan kurang mempunyai kekuatan hukum apabila dijadikan landasan pembelaan dalam sebuah peradilan.
Sebaliknya, sistem pendidikan di negara common law lebih menekankan kepada practical use yang menekankan kepada putusan hakim, membuat perkuliahan difokuskan kepada pembahasan kasus hukum dan putusan pengadilan. Pemahaman terhadap teori hanya diberikan di awal perkuliahan dengan metode self learning, dimana para dosen hanya memberikan pengantar dan referensi buku yang harus dipelajari serta dirangkum oleh para mahasiswa.
Di dalam pasal 20 AB disebutkan bahwa hakim harus mengadili berdasarkan UU. Dalam pandangan aliran Legisme abad XIX, setelah Napoleon mengundangkan Civil Code-nya, berkembanglah anggapan bahwa UU adalah hukum itu sendiri. Civil Code bukan saja dianggap sempurna, namun juga sekaligus dianggap menghasilkan kepastian dan kesatuan hukum. Ini kemudian berkembang bahwa UU adalah esensi hukum itu sendiri, dimana hakim hanya mempunyai peran menerapkan UU (meliputi peraturan perundangan) dalam memberikan putusan hukum.
Kalau Roman Law System ini dipahami secara kaku, maka tidak ada kekeliruan hakim dalam memberikan keputusan. Dalam waktu bersamaan, juga tidak ada tanggung jawab yang dibebankan kepada hakim. Yang salah, keliru, tidak tepat, tidak adil, atau negatif lainnya adalah bunyi harfiah UU atau peraturan perundangan, legal maxim-nya, ''memang hukum (peraturan perundangan) berbunyi begitu''.
Para ahli berpendapat, bahwa sistem hukum di Indonesia banyak dipengaruhi oleh sistem hukum Eropa Kontinental (civil law). Sistem hukum Indonesia juga tidak sama dengan sistem hukum Anglo-America. Sebelum kemerdekaan, hanya Inggris, sang Penjajah, yang mencoba menerapkan beberapa konsep peradilan ala Anglo Saxon seperti Sistem Jury dan konsep peradilan pidana. Namun, sejak akhir 70-an, konsep hukum yang biasa digunakan di sistem Anglo America banyak diadopsi dalam sistem hukum Indonesia. Tidak hanya konsep-konsep hukum pidana. Konsep perdata dan hukum ekonomi banyak berkiblat pada perkembangan hukum di Amerika.