Bicara tentang “Judi” termasuk “Sabung Ayam” yang lebih dikenal dengan
tajen selain dilarang oleh Agama, juga secara tegas dilarang oleh hukum
positif (KUHP). Hal ini dapat diketahui dari ketentuan pasal 303 KUHP,
Jo. UU No.7 tahun 1974 tentang Penertiban Judi Jo. PP.No.9 tahun 1981
Jo. Instruksi Presiden dan Instruksi Menteri Dalam Negeri No.5, tanggal 1
April 1981. Hal ini disadari pemerintah, maka dalam rangka penertiban
perjudian, pasal 303 KUHP tersebut dipertegas dengan UU. No.7 1974, yang
di dalam pasal 1, mengatur semua tindak pidana judian sebagai
kejahatan. Di sini dapat dijelaskan bahwa semua bentuk judi tanpa izin
adalah kejahatan tetapi sebelum tahun 1974 ada yang berbentuk kejahatan
(pasal 303 KUHP), ada yang berbentuk pelanggaran (pasal 542 KUHP) dan
sebutan pasal 542 KUHP, kemudian dengan adanya UU.No.7 1974 diubah
menjadi pasal 303 bis KUHP.
1. Sekretaris Forum Redam Korupsi (FORK) – Jawa Timur
2. Sekretaris Forum Konsultasi Hukum Bagi Rakyat-–Jawa Timur
3.Ketua Ikatan Notaris Indonesia Bidang Pendidikan dan Pelatihan Pasar Modal-Jakarta
4.Ketua Dewan Pembina Yayasan Masjid Assalam Puri Mas, Gununganyar-Kota Surabaya
5. Ketua Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Bidang Pembinaan Wilayah Barat-Jakarta
Rabu, 12 Februari 2014
Tingkat Pendidikan di Indonesia Tak Pengaruhi Perilaku Korupsi
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang ternyata tidak
berpengaruh terhadap perilaku korupsi. Meski berpendidikan tinggi, orang
masih cenderung korupsi.
Hal itu merupakan hasil survei
independen yang dilakukan Institut Survei Perilaku Politik. Survei itu
digelar pada Oktober 2013 di 33 provinsi di Indonesia. Sebanyak 1.500 orang
responden dilibatkan dengan persentase imbang antara wanita dan pria.
Dalam survei tersebut, sebanyak 19,3 persen orang yang berpendidikan tinggi memilih memberi uang 'suap' saat pengurusan KTP. Sementara, 16,3 persen orang berpendidikan rendah memperbolehkan pemberian uang lelah kepada pegawai kelurahan dalam pengurusan KTP.
Dalam survei tersebut, sebanyak 19,3 persen orang yang berpendidikan tinggi memilih memberi uang 'suap' saat pengurusan KTP. Sementara, 16,3 persen orang berpendidikan rendah memperbolehkan pemberian uang lelah kepada pegawai kelurahan dalam pengurusan KTP.
Senin, 20 Januari 2014
Melawan Mental Korup
Pemuda ujung tombak menuju bangsa yang merdeka,
bersatu, berdaulat dan sejahtera. Dalam sejarah peradaban bangsa, pemuda
merupakan aset bangsa yang sangat mahal dan tak ternilai harganya.
Kemajuan atau kehancuran bangsa dan negara banyak tergantung pada kaum
mudanya sebagai agent of change (agen perubahan). Pada setiap
perkembangan dan pergantian peradaban selalu ada darah muda yang mempeloporinya.
Bung Karno dalam pidatonya yang berapi-api dan semangat membara mengatakan :
“Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda dapat mengubah dunia.”
Soekarno Penyambung Lidah rakyat Indonesia
Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan ku cabut Semeru dari akarnya
Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia
Sistem Hukum Indonesia Dan Perbandingan Sistem Peradilan Di Indonesia
Fenomena
klasik hukum dalam perkembangan dunia hukum di Indonesia adalah
kritikan organisasi-organisasi keprofesian hukum, serta sorotan
masyarakat (baca: tekanan) terhadap peran lembaga peradilan, maupun
sikap masyarakat yang skeptis atau pesimis terhadap pemberlakuan sistem
hukum maupun institusi hukum yang akhirnya cenderung apatis terhadap
adanya kepastian hukum atas penegakan hukum di Indonesia. Hal ini bukan
saja merupakan kegundahan sebagian masyarakat yang menginginkan
perubahan atas hukum yang berlaku di Indonesia, namun juga perspektif
kaum intelektual dan fakar hukum baik di dalam negeri maupun luar
negeri dalam memandang hukum. Guru besar kriminologi dari Universitas
Indonesia, Tubagus Ronny Rahman Nitibaskara, misalnya, berpendapat
bahwa hukum telah mengalami degradasi nilai, sehingga fungsi hukum
tidak lain dari alat kejahatan, atau dalam bahasa beliau ‘law as a tool
of crime’.
Peran Masyarakat dan Pemberantasan Korupsi
“Indonesia masih berada pada peringkat 100 dari 183 negara dalam Indkes Persepsi Korupsi – Transparency International Indonesia”
SALAH
satu syarat terbentuknya sebuah Negara ideal dan memberikan penghidupan
atau kesejahteraan kepada segenap penduduk di dalamnya adalah
menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Yang dimaksud dengan
masyarakat yang adil adalah masyarakat yang telah menjunjung tinggi
nilai-nilai luhur peraturan serta perundangan, dan mengaplikasikannya di
dalam kehidupan bermasyarakat. Sementara, masyarakat yang makmur adalah
masyarakat yang memiliki pekerjaan ataupun penghasilan layak dengan
indikator tingkat pengangguran dan kriminal yang rendah.
Dalam upaya pemerintah menciptakan masyarakat yang adil dan makmur
tersebut, ada satu penghambat yang serupa dinding baja kokoh, sehingga
tidak jarang upaya tersebut menemukan titik stagnan. Tidak hanya itu,
penghambat itu pulalah yang menggerogoti dan menyengsarakan masyarakat
di dalamnya, membuat kata adil dan makmur terasa sangat mustahil. Penghambat itulah yang kemudian dikenal dengan nama korupsi.
Selasa, 07 Januari 2014
Perbuatan Melawan Hukum
Walaupun Indonesia selalu mendapat julukan sebagai Negara paling korup di dunia, tetapi beberapa upaya untuk memberantas tindak pidana korupsi telah dilakukan.
Beberapa kebijakan legislatif yang pernah dilakukan, adalah pembaharuan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi itu sendiri yang diharapkan dapat mengurangi terjadinya tindak pidana korupsi.
Usaha di bidang legislasi dimulai sejak tahun 1960 dengan diundangkan: UU No.24 Prp tahun 1960; Tetapi undang-undang ini kemudian dianggap tidak memadai lagi bagi usaha pemberantasan tindak pidana korupsi, “peraturan ini kurang memadai perkembangan masyarakat yang menemukan cara-cara lain di dalam melakukan tindak pidana korupsi, yang tidak tercakup oleh undang-undang tersebut”.
Oleh karena itu disusun undang-undang baru pada tahun 1971 yaitu dengan diundangkan UU No.3 tahun 1971;
Dengan demikian secara berturut-turut di Indonesia pernah berlaku undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu:
- UU No.24 Prp. Tahun 1960;
- UU No.3 tahun1971
- UU No.28 tahun 1999
- UU No.31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No.20 tahun 2001
- UU No.30 tahun 2002.
Beberapa kebijakan legislatif yang pernah dilakukan, adalah pembaharuan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi itu sendiri yang diharapkan dapat mengurangi terjadinya tindak pidana korupsi.
Usaha di bidang legislasi dimulai sejak tahun 1960 dengan diundangkan: UU No.24 Prp tahun 1960; Tetapi undang-undang ini kemudian dianggap tidak memadai lagi bagi usaha pemberantasan tindak pidana korupsi, “peraturan ini kurang memadai perkembangan masyarakat yang menemukan cara-cara lain di dalam melakukan tindak pidana korupsi, yang tidak tercakup oleh undang-undang tersebut”.
Oleh karena itu disusun undang-undang baru pada tahun 1971 yaitu dengan diundangkan UU No.3 tahun 1971;
Dengan demikian secara berturut-turut di Indonesia pernah berlaku undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu:
- UU No.24 Prp. Tahun 1960;
- UU No.3 tahun1971
- UU No.28 tahun 1999
- UU No.31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No.20 tahun 2001
- UU No.30 tahun 2002.
Langganan:
Postingan (Atom)