1. Sekretaris Forum Redam Korupsi (FORK) – Jawa Timur

2. Sekretaris Forum Konsultasi Hukum Bagi Rakyat-–Jawa Timur

3.Ketua Ikatan Notaris Indonesia Bidang Pendidikan dan Pelatihan Pasar Modal-Jakarta

4.Ketua Dewan Pembina Yayasan Masjid Assalam Puri Mas, Gununganyar-Kota Surabaya

5. Ketua Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Bidang Pembinaan Wilayah Barat-Jakarta

Rabu, 12 Februari 2014

Tinjauan Hukum Tentang Judi

Bicara tentang “Judi” termasuk “Sabung Ayam” yang lebih dikenal dengan tajen selain dilarang oleh Agama, juga secara tegas dilarang oleh hukum positif (KUHP). Hal ini dapat diketahui dari ketentuan pasal 303 KUHP, Jo. UU No.7 tahun 1974 tentang Penertiban Judi Jo. PP.No.9 tahun 1981 Jo. Instruksi Presiden dan Instruksi Menteri Dalam Negeri No.5, tanggal 1 April 1981. Hal ini disadari pemerintah, maka dalam rangka penertiban perjudian, pasal 303 KUHP tersebut dipertegas dengan UU. No.7 1974, yang di dalam pasal 1, mengatur semua tindak pidana judian sebagai kejahatan. Di sini dapat dijelaskan bahwa semua bentuk judi tanpa izin adalah kejahatan tetapi sebelum tahun 1974 ada yang berbentuk kejahatan (pasal 303 KUHP), ada yang berbentuk pelanggaran (pasal 542 KUHP) dan sebutan pasal 542 KUHP, kemudian dengan adanya UU.No.7 1974 diubah menjadi pasal 303 bis KUHP.

Tingkat Pendidikan di Indonesia Tak Pengaruhi Perilaku Korupsi

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang ternyata tidak berpengaruh terhadap perilaku korupsi. Meski berpendidikan tinggi, orang masih cenderung korupsi.
Hal itu merupakan hasil survei independen yang dilakukan Institut Survei Perilaku Politik. Survei itu digelar pada Oktober 2013 di 33 provinsi di Indonesia. Sebanyak 1.500 orang responden dilibatkan dengan persentase imbang antara wanita dan pria.

Dalam survei tersebut, sebanyak 19,3 persen orang yang berpendidikan tinggi memilih memberi uang 'suap' saat pengurusan KTP. Sementara, 16,3 persen orang berpendidikan rendah memperbolehkan pemberian uang lelah kepada pegawai kelurahan dalam pengurusan KTP.

Senin, 20 Januari 2014

Melawan Mental Korup

Pemuda ujung tombak menuju bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat dan sejahtera. Dalam sejarah peradaban bangsa, pemuda merupakan aset bangsa yang sangat mahal dan tak ternilai harganya. Kemajuan atau kehancuran bangsa dan negara banyak tergantung pada kaum mudanya sebagai agent of change (agen perubahan). Pada setiap perkembangan dan pergantian peradaban selalu ada darah muda yang mempeloporinya.

Bung Karno dalam pidatonya yang berapi-api dan semangat membara mengatakan :
“Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda dapat mengubah dunia.”

Soekarno Penyambung Lidah rakyat Indonesia
Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan ku cabut Semeru dari akarnya
Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia

Sistem Hukum Indonesia Dan Perbandingan Sistem Peradilan Di Indonesia

Fenomena klasik hukum dalam perkembangan dunia hukum di Indonesia adalah kritikan organisasi-organisasi keprofesian hukum, serta sorotan masyarakat (baca: tekanan) terhadap peran lembaga peradilan, maupun sikap masyarakat yang skeptis atau pesimis terhadap pemberlakuan sistem hukum maupun institusi hukum yang akhirnya cenderung apatis terhadap adanya kepastian hukum atas penegakan hukum di Indonesia. Hal ini bukan saja merupakan kegundahan sebagian masyarakat yang menginginkan perubahan atas hukum yang berlaku di Indonesia, namun juga perspektif kaum intelektual dan fakar hukum baik di dalam negeri maupun luar negeri dalam memandang hukum. Guru besar kriminologi dari Universitas Indonesia, Tubagus Ronny Rahman Nitibaskara, misalnya, berpendapat bahwa hukum telah mengalami degradasi nilai, sehingga fungsi hukum tidak lain dari alat kejahatan, atau dalam bahasa beliau ‘law as a tool of crime’.

Peran Masyarakat dan Pemberantasan Korupsi

“Indonesia masih berada pada peringkat 100 dari 183 negara dalam Indkes Persepsi Korupsi – Transparency International Indonesia”
http://curcolholic.wordpress.com/wp-includes/js/tinymce/plugins/wordpress/img/trans.gifSALAH satu syarat terbentuknya sebuah Negara ideal dan memberikan penghidupan atau kesejahteraan kepada segenap penduduk di dalamnya adalah menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Yang dimaksud dengan masyarakat yang adil adalah masyarakat yang telah menjunjung tinggi nilai-nilai luhur peraturan serta perundangan, dan mengaplikasikannya di dalam kehidupan bermasyarakat. Sementara, masyarakat yang makmur adalah masyarakat yang memiliki pekerjaan ataupun penghasilan layak dengan indikator tingkat pengangguran dan kriminal yang rendah.
Dalam upaya pemerintah menciptakan masyarakat yang adil dan makmur tersebut, ada satu penghambat yang serupa dinding baja kokoh, sehingga tidak jarang upaya tersebut menemukan titik stagnan. Tidak hanya itu, penghambat itu pulalah yang menggerogoti dan menyengsarakan masyarakat di dalamnya, membuat kata adil dan makmur terasa sangat mustahil. Penghambat itulah yang kemudian dikenal dengan nama korupsi.

Selasa, 07 Januari 2014

Perbuatan Melawan Hukum

Walaupun Indonesia selalu mendapat julukan sebagai Negara paling korup di dunia, tetapi beberapa upaya untuk memberantas tindak pidana korupsi telah dilakukan.
Beberapa kebijakan legislatif yang pernah dilakukan, adalah pembaharuan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi itu sendiri yang diharapkan dapat mengurangi terjadinya tindak pidana korupsi.
Usaha di bidang legislasi dimulai sejak tahun 1960 dengan diundangkan: UU No.24 Prp tahun 1960; Tetapi undang-undang ini kemudian dianggap tidak memadai lagi bagi usaha pemberantasan tindak pidana korupsi, “peraturan ini kurang memadai perkembangan masyarakat yang menemukan cara-cara lain di dalam melakukan tindak pidana korupsi, yang tidak tercakup oleh undang-undang tersebut”.
Oleh karena itu disusun undang-undang baru pada tahun 1971 yaitu dengan diundangkan UU No.3 tahun 1971;
Dengan demikian secara berturut-turut di Indonesia pernah berlaku undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu:
- UU No.24 Prp. Tahun 1960;
- UU No.3 tahun1971
- UU No.28 tahun 1999
- UU No.31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No.20 tahun 2001
- UU No.30 tahun 2002.

Sabtu, 28 Desember 2013

Koruptor Indonesia Merajalela

Siapa yang tidak tahu kalau selama masa kampanye para politikus gencar menyerukan suara kebersamaan rakyat, kesejahteraan dan menunjukkan perilaku yang perhatian pada masyarakat luas. Dengan cara - cara tersebut tidak sedikit para peserta pemilu pun ikut simpati atas usaha tersebut, belum lagi kalau ada iming - iming uang dan sebagainya.

Namun, dibalik 'sogokan' tersebut, ada misi tersembunyi yang akan dijalankan para calon pemimpin baik itu legislatif, eksekutif maupun di lembaga yudikatif. Janji akan pemberantasan korupsi  terhadap koruptor Indonesia justru hanya terucap saat sumbangan suara diperlukan, jika kelak telah menduduki jabatan, maka semua yang pernah dijanjikan tidak pernah direalisasikan. Rakyat kecil yang tidak banyak tahu dalam urusan ini lebih bersifat pasif ditambah ketakutan yang mendarah daging sebab pemerintahan Indonesia dulu sempat cenderung ke arah otoriter.

Para pelaku korupsi yang kemudian kita sebut sebagai koruptor kini sudah tidak malu dan sungkan lagi untuk menguras uang rakyat, seperti pajak dan penyelewengan dana APBN dan APBD.

Pemimpin Indonesia sekarang ini menghadapi krisis kepercayaan dari rakyat, dimana setiap bidang hampir semuanya belum bisa menunjukkan prestasi pembangunan yang berarti, semua sibuk memikirkan bagaimana cara agar modal kampanye bisa kembali, setelah modal kembali lalu berpikir bagaimana cara agar mendapat untung dari kursi jabatan yang dimilikinya.

Sulit memang menyadarkan pemimpin Indonesia sekarang ini, suara rakyat sudah tidak bisa didengar lagi oleh mereka yang sibuk dengan urusan administrasi kantong pribadi.

Lalu sampai kapan koruptor Indonesia terus merajalela ?